thats my way

thats my way
no matter what 'they' say

Selasa, 16 November 2010

Music is my life, bray!!!

You know guys I love music since I was three. I asked my Dad to bring me a piano, dan yang gua dapat cuma piano mainan yang cukup bertahan lama sampek tiga tahun berikutnya. Dengan piano standart yang mungil itu gua mulai tahu nada dikit-dikit. Tapi pada zaman itu orangtua gua berpikir kalo minat gua itu hal biasa. Which is meant every kid do what I do. So, nothing special and nothing will.

Tapi gua yakin mereka sekarang pasti nyesal banget gak ngelesin gua les piano. Ya kan? Jawab iya dong Nyak... hahahha.. tapi sekarang, pas beberapa kali gua minta ke bonyok untuk beliin piano, atau minimal organ, mereka malah malas-malasan dengerin gua.

Bikin gua yang jadi nyesal punya orangtua yang cuek bebek abis  gak ding, becanda, hahahha... kan kata D’Masiv: syukuri apa yang gak ada, ooppss maksudnya syukuri apa yang ada. Hheeehhe....


Btw, lagu baru Rihanna yang What’s My Name keren juga yak... lagi dengerin ni sambil menari-narikan jemariku di atas tuts keyboard PC. (biar gak sempat nekan-nekan tuts piano, tuts keyboard pun jadi lah... kan tak ada rotan, Ram Punjabi)


Mungkin kalo dulu gua sempat les piano dan mungkin les vocal sebentar aja, gua udah ada di Glee Club bareng Rachel, gantiin si Finn. Atau minimal jadi couple nya Mercedes. (tetep aja ngarep.com, hahaha)


Tapi sumpah, arrangement di Glee emang dahsyat-dahsyat abis. Nginspirasi gua untuk buat drama musical kuhus buat acara Farewell Party yang bentar lagi datang. Naskahnya sih udah siap, tinggal digodok di meja redaksi, abis kelar masuk tahap audisi deh... tapi sebenarnya ini masih projek rahasia lho! Namun, (jiaahhh, pake namun?) karena blog ini tidak ada yang baca, jadi ngerasa aman aja nyebarin rahasia-rahasia di sini. Hehehehe....

Gua harap drama ini bisa jadi kenangan seumur hidup... untuk semua yang terlibat, makasih dan SUKSES YAK!!

Esei, keponakanku?

Sekarang tanggal 15 november, jam setengah sepuluh pas. Dan mendadak, gua pengen nulis sesuatu.


Kira-kira dua puluh detik sebelum gua berhadapan dengan komputer, nyokap bilang sesuatu tentang cucu pertama beliau dari keponakan pertamanya. Nama ponakan gua itu Esei. Kinda weirdo, right? Tapi itu cuma nama panggilan doang kok. Nama asli makhluk menggemaskan itu lebih panjang dan sulit dihapal.

Nyokap bilang, ibunya Esei, a.k.a kakak sepupu ipar gua yang bernama Chia bilang gua adalah the only one and the only creature yang jarang banget ngeliat ponakan gua itu. Well, seingat gua juga baru sekali deh gua liat si Esei pas baru seminggu dilahirin.


So, gua pikir itu cukup aneh juga sih... aneh di bagian kenapa kakak sepupu-ipar gua itu tiba-tiba ingat gua? Padahal ketemu aja jarang. Dan setahu gua kami berdua termasuk ke dalam golongan spesies yang sama: spesies pendiam di habitat baru. Bisa dibilang gua sangat-sangat jarang terlibat perbincangan dengan beliau. Padahal umur kita bedua gak terlalu jauh sih. Paling bedanya antara tujuh tahunan ke bawah doank.


Dan bukti-bukti di atas cukup kuat untuk ngebuat gua ngerasa aneh karena kak Chia mendadak ingat sama gua? Mungkin ini saatnya kembali berbaur dengan keluarga. Hahahhaaa.... tapi gua selalu ngerasa bego kalo kumpul bareng mereka. Karena di waktu yang sama mendadak gua jadi patung yunani yang diam dungu doank. Dan orang-orang di sekitar gua terlalu segan buat sekedar menegur gua apalagi memulai perbincangan. So, I think I prefer to go to hang out with my friends than spend my time with ‘em.


Tapi kalo dipikir-pikir lagi, kangen juga ya sama si Esei. How’s life, Kid?


#sekedar informasi, gua lagi dengerin lagu Airplanes by: B.o.B ft. Hayley Williams sambil mikirin Lea Michelle dari Glee Club.

Jumat, 12 November 2010

Satu Tubuh, Dua Jiwa


Judul : The Host
Penulis : Stephenie Meyer
Penerjemah : Ingrid Dwijani Nimpoeno
Genre : Roman Fiksi-Fantasi
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit : Juli 2009
Tebal; tinggi : 776 hlm; 25 cm
Harga : Rp 99.000.00,-
No. ISBN : 978-979-22-4777-0

Apa yang membuat cinta manusia ini teramat sangat kudambakan, dibandingkan cinta bangsaku sendiri? Apakah karena itu cinta yang eksklusif dan mudah berubah? Jiwa menawarkan cinta dan penerimaan kepada semuanya. Apakah aku mendambakan tantangan yang lebih besar? Ini cinta yang rumit; tak memiliki peraturan yang tetap dan pasti—bisa diberikan dengan cuma-cuma, seperti kepada Jamie, atau diperoleh melalui waktu dan kerja keras, seperti kepada Ian, atau benar-benar tak tergapai dan mematahkan hati, seperti kepada Jared.
Atau apakah cinta ini memang lebih baik? Karena manusia-manusia ini bisa membenci sebegitu dahsyatnya, apakah di ujung lain spektrum mereka bisa mencintai lebih besar, gelora dan api?

Jiwa adalah sebutan untuk para makhluk asing yang tiba-tiba menjajah bumi secara masif dan tak terduga. Seperti namanya, makhluk ini tak bisa hidup tunggal tanpa raga. Oleh karena itu mereka menginvasi tubuh manusia untuk tetap hidup sebagai inangnya.
Namun, makhluk asing yang satu ini bukan tipikal alien jahat seperti yang sering digambarkan kebanyakan film. Karena mereka adalah sesosok Jiwa, tentu saja mereka serbabaik: penyayang, sabar, jujur, bijak, dan penuh cinta. Kebalikan dari sifat-sifat kasar yang dimiliki manusia: mudah mendusta, sering mengingkar, terkadang membenci, dan penuh keegoisan. Mereka lebih kepada makhluk-makhluk penderita altruisme—sifat mementingkan kepentingan orang lain.
Dan karena Wanderer—sang Pengelana—adalah Jiwa, maka ia mempunyai semua sifat itu. Kecemasan, ketakutan, kejengkelan dan emosi-emosi lain yang tergabung dalam spektrum negatif akan menjadi keganjilan bagi dirinya yang baru tiba di bumi.
Tapi semua spektrum negatif itu terus didesak masuk oleh tubuh barunya—Melanie Stryder—dalam bentuk ingatan-ingatan yang begitu kental. Ingatan tentang Jared, kekasihnya dan Jamie, adik kandungnya. Tentu saja Wanderer tidak terbiasa dengan semua luapan emosi itu. Luapan-luapan emosi dan perasaan melimpah yang terkadang sulit ia jelaskan untuk dirinya sendiri.
Sebenarnya Wanderer mampu mengenyahkan sosok penghuni lama tubuhnya itu, untuk selama-lamanya. Tapi Wanderer adalah Jiwa, dan Jiwa selalu berpikir menggunakan hatinya. Ia tak tega dan tidak akan pernah tega untuk menghilangkan eksistensi makhluk lain; apalagi sesosok mahkluk asing yang terjebak dalam kepalanya.
Ia tetap membiarkan Melanie hidup sebagai musuh di dalam pikirannya sendiri. Tak jarang, sifat-sifat kasar manusia yang dimiliki inangnya tersebut menyakiti cara berpikirnya. Tapi Wanderer adalah jiwa yang kuat dan sangat baik hati. Ia mampu bertahan dari gerilya-gerilya Mel yang diselipkannya melalui potongan-potongan ingatan.
Tapi sesuatu yang tak pernah dibayangkan Mel terjadi: Wanderer lama-kelamaan juga ikut merasakan emosi-emosi yang dulu—bahkan sampai sekarang—Melanie rasakan terhadap Jamie dan Jared. Diam-diam Wanderer juga jatuh hati kepada kedua pria paling dicintai Mel itu.
Dan melalui pikiran-pikiran Melanie, Wanderer menyelidiki keberadaan Jamie dan Jared yang masih hidup dan bersembunyi.
Pikiran-pikiran itu membawa mereka berdua ke kawasan Gurun di antara Tucson dan Phoenix. Tempat persembunyian yang sempat Uncle Jeb—paman Melanie—sampaikan pada keponakannya itu saat ia masih manusia seutuhnya. Selama perjalanan itu pula, Wanderer dan Melanie memulai persahabatan mereka. Keduanya dipersatukan oleh maut yang hampir menjelang, saat tubuh mereka kekurangan cairan akibat teriknya gurun. Melalui rintangan yang begitu menyiksa, Wanderer akhirnya berhasil membawa tubuh mereka ke tempat persembunyian itu.
Tapi penyiksaan belum berhenti sampai di situ.
Mereka dibawa ke sebuah ruang bawah tanah oleh sekerumunan orang. Orang-orang yang berhasil bersembunyi dari incaran para jiwa di atas sana. Mereka dipimpin langsung oleh Jeb, seorang kakek tua nyentrik yang selalu mengacungkan senapan saat ide-ide uniknya ditentang penghuni lain.
Wanderer dan Melanie begitu terkejut sekaligus girang bukan kepalang, saat menyadari kalau Jared termasuk dari salah satu mereka yang membawanya ke sebuah ruang sempit di tempat persembunyian itu. Dengan kata lain, Jared dan Jamie berhasil meyelamatkan diri mereka.
Tapi Jared berbeda. Ia bahkan ingin membunuh tubuh mereka, saat menyadari kalau Mel telah disisipi. Tentu saja kenyataan itu menggerus hati keduanya: Melanie dan Wanderer, kedua sosok yang punya cinta permanen pada pria bertubuh besar itu. Bahkan Kyle, salah seorang dari mereka yang selamat, sempat dua kali melakukan percobaan pembunuhan pada tubuh Wanderer dan Melanie.
Mereka begitu beruntung hingga bisa tinggal lebih lama dan mendapat kepercayaan dari sebagian di antara orang-orang itu. Bahkan Wanderer punya nama baru di tempat tersebut. Mereka semua memanggilnya Wanda atas usul Jeb.
Waktu terus berjalan, dan Wanda semakin dipercaya dan terbukti kesetiaannya. Ia dihargai sebagaimana manusia lain dihargai di tempat itu. Tapi kabar bagus itu malah menyakitkan bagi Mel. Ia yang sepenuhnya tidak bisa lagi mengontrol tubuhnya mulai merasa terabaikan dan tidak diperlukan. Tapi Wanda berusaha keras meyakinkan sahabatnya—atau mungkin lebih tepat disebut saudarinya itu, bahwa setidaknya Jared dan Jamie masih sangat membutuhkannya.
Kebaikan dan ketulusan hati Wanda mendapat nilai lebih di hati Ian, salah seorang dari para survivor yang notabene-nya adalah adik Kyle.
Diam-diam Ian jatuh hati pada makhluk asing itu. Ia mencintai sosok di balik tubuh itu. Tapi Jared menanggapi perasaan Ian dengan salah paham. Jared tidak suka kalau Ian semakin dekat dengan Wanda, karena tubuh yang Wanda pakai adalah tubuh kekasihnya. Begitu pula Melanie, yang tidak suka kalau tubuhnya disentuh oleh Ian yang punya perasaan pada Wanda.
Tentu saja hal itu menjadi dilema yang sangat besar bagi Wanda. Ia juga punya perasaan spesial pada Ian, tapi di lain hal, ia juga mencintai Jared sama seperti cinta Mel pada pria itu. Kebimbangan ini pula yang akhirnya harus segera diselesaikan oleh Wanda.
Ia tidak ingin menyakiti salah seorang pun dari kerabatnya itu; baik Ian, Jared apalagi Melanie. Tapi ia juga tidak ingin kembali ke bangsanya. Wanda telah benar-benar jatuh hati pada makhluk-makhluk asing itu. Makhluk-makhluk asing yang sempat ia pikir sebagai monster karena sifat-sifat kasar mereka. Ia tahu bahwa ia sekarang adalah pengkhianat kaumnya. Benar-benar yakin hingga ia ingin mati dan dikebumikan di planet ini bila tiba waktunya.
Lantas apa yang akan dilakukan Wanda, demi membahagiakan semua pihak? Akankah ia mengembalikan raga yang ia tempati, kepada Mel? Lalu siapa Petals Open to the Moon? Sosok yang akhirnya dipacari Ian? Bagaimana perasaan Wanda?
Buku setebal 776 halaman ini benar-benar menggugah rasa penasaran pembaca di setiap halamannya. Menyajikan sebuah cerita yang begitu jarang diangkat penulis lain: sebuah cerita yang menggabungkan unsur Sains-Fantasi-Fiksi dengan seratus persen Roman yang menyayat-nyayat hati.
Buku keempat Stephenie Meyer ini, berhasil membawa pembaca mengenal lebih dalam tentang sifat-sifat dasar manusia yang ia rangkum dari sudut pandang makhluk luar angkasa yang begitu polos. Meyer menciptakan sebuah tokoh yang punya dua jiwa di satu tubuh—bukan tokoh psikotik yang berkepribadian ganda, tapi benar-benar dua jiwa berbeda yang tinggal di satu tubuh; sebuah rekaan fiksi yang luarbiasa dan tak terduga.
Para pembaca seakan diingatkan oleh Meyer—melalui karakter Wanda yang begitu tulus dan serbabaik—tentang kekerasan-kekerasan yang berasal dari hati kelabu para manusia. Bahwa cinta manusia sangat subyektif. Bahwa kita bahkan bisa saling membunuh—tak peduli kalau kita punya kode genetik yang sama atau kita berada di satu spesies yang seharusnya saling melindungi, demi diri sendiri dan apa yang kita yakini benar.
Meyer juga menyisipkan pesan, bahwa dalam kondisi apa pun, cinta dan hidup akan terus berjalan beriringan. Bahwa akan tetap ada cinta di mana hidup masih tergelar. Seperti ucapan terima kasihnya yang singkat di awal buku: untuk ibuku, Candy, yang mengajariku bahwa cinta adalah bagian terbaik dari cerita apa pun.
Dalam rangkuman panjang The Host, Meyer tampaknya masih sangat senang menyisipkan daerah-daerah yang dulu pernah ia tinggali semasa kanak-kanak. Seperti Tucson, Phoenix, Forks, dan Seattle, yang juga menjadi latar di buku-bukunya sebelum ini.
Namun sayang, mahakarya sastra ini dikotori dengan salah ketik di beberapa bagian, contohnya pada halaman 490: Kurasa belakangan ini kau terlalu banyak menyindir,” ujar Melanie kepadaku.
Seharusnya sebaris kalimat pikiran Melanie itu tidak menggunakan tanda petik di ujungnya, sebagaimana kalimat-kalimat pikiran Mel yang lain.
Tapi setitik kekurangan itu dapat dibalut rapi Meyer dengan frasa-frasa indah dalam novelnya ini. Semisal: ... Aku memperhatikan seorang lelaki berambut ikal warna jahe terang yang mencolok—dan ia yang paling jangkung (The Host, halaman 768). Maksudnya, bagaimana bisa seseorang mengamati warna jahe sehingga menyamakannya dengan warna rambut orang lain? Meyer juga menunjukan kejeniusannya dalam menulis dengan perumpamaan-perumpaan yang jarang digunakan penulis lain; semisal: Aku merasa marah, karena kata-kata ini masih memiliki kekuatan untuk melukaiku, untuk mendatangkan air mata yang menyengat mataku. Kucoba untuk tetap memikirkan Ian—ia sauhku, seperti Kyle menjadi sauh untuk Sunny—tapi sulit melakukannya saat Jared menyentuhku, dengan aroma tubuhnya di hidungku. Rasanya seperti mencoba melantunkan lagu dengan biola ketika seluruh alat musik perkusi sedang dibunyikan keras-keras... (The Host, halaman 733).
Selebihnya buku ini adalah sebuah gagasan romantis yang layak disandingkan dengan kisah-kisah cinta ternama sebelumnya: seromantis Titanic; setragis Romeo and Juliet; dan semembahagiakan Twilight.

Thajch: Rahasia

Badish sudah terbang lebih dari tiga jam. Padahal pagi akan menjelang. Bisa-bisa dia melanggar Pantangan Pertama. Anak itu memang sangat keras kepala. Kepala Desa pasti marah kalau tahu hal ini. Apa yang harus kulakukan? Diam saja, menutupi kesalahan sahabatku dan menerima risikonya bersama, atau melaporkan Badish pada Kepala Desa, hitung-hitung memberinya pelajaran.
“Kenapa berkeliaran di sini, Thajch? Ini kan sudah mau pagi. Kau seharusnya sudah pulang,” suara Kepala Desa mengejutkanku. Bagaimana pria tua beruban ini ada di sini? Jangan-jangan dia tadi melihat Badish terbang.
“Eee...,” aku bingung harus menjawab bagaimana. Mana mungkin aku bisa mengelabui Shape-Shifter sehebat dia. Bisa-bisa tamat riwayatku.
“Ada yang ingin kausampaikan?”
Mati aku! Kan sudah kubilang, dia Shape-Shifter terhebat.
“Tidak, Tuan! Saya baru saja hendak pulang!” Badish harus tanggungjawab kalau aku dihukum karena berbohong pada Kepala Desa.
“Kalau begitu pulanglah. Sebentar lagi akan fajar.” Dia berbalik dan meninggalkanku sendiri di hutan ini.
Apa yang barusan kulakukan? Apa aku berhasil menipu Gsernja yang termashyur itu? Oh yang benar saja!
“Thajch! Thajch! Apa sudah aman?” suara lain mengejutkanku.
Seekor elang jantan yang tampak kuat dan sangat besar untuk ukuran elang normal, mendarat di tanah di depanku. Tubuhnya tinggi, setinggi dada orang dewasa. Bulu-bulunya mengilat walau hanya ada bulan sebagai penerangan. Matanya juga berbinar dan sangat tajam. Benar-benar tampilan seekor elang perkasa.
“Badish? Apa kau gila?” aku hampir meledak dan berteriak sekencang-kencangnya kalau saja tidak ingat Kepala Desa yang mungkin masih belum jauh. “Bukan! Pertanyaanku salah! Kau memang gila! Tapi bisa tidak, tidak usah melibatkan siapa pun dalam misi anehmu?”
“Tenanglah, Thajch. Aku kan cuma pergi sebentar,” ujar si elang.
“Cukup untuk membuatku mati berdiri karena ditanyai Kepala Desa.” Aku hanya bisa menggerutu sekarang.
“Terima kasih karena telah melindungiku, kau memang temanku yang paling baik.” Badish mendekat, dia mengusap-usapkan paruh panjang dan runcing miliknya ke sisi kanan pipiku.
“Sudah, sudah! Cepat berubah kembali, sebelum ada yang melihat. Kita harus kembali ke perkampungan sebelum fajar datang.”

Hari ini pasti akan sangat panjang. Semua orang juga pasti akan sangat sibuk, karena besok adalah perayaan hari Cuma: hari kelahiran pemimpin pertama perkampungan ini. Semua Shape-Shifter harus bekerja sama menyiapkan sebuah pesta rakyat yang akan dimulai tepat tengah malam nanti. Pesta ini semacam ritual rutin yang dilakukan orang di desa kami setiap satu windu sekali. Karena umur Shape-Shifter di desa ini dihitung per windu.
Semua orang tampak bersemangat sekali menjalankan tugas mereka masing-masing. Dipimpin orang seandal Gsernja, mereka semua semakin semangat bekerja. Apalagi ini pesta keramat bagi semua Shape-Shifter baru, karena mereka pasti akan mendapat Panggilan; semacam kekuatan supranatural yang memang mereka miliki sejak lahir, hanya saja baru bisa berfungsi saat tiba Perayaan Cuma pertama mereka.
Beruntung Badish! Dia baru berubah jadi Shape-Shifter dewasa dua bulan lalu. Dan sekarang sudah saatnya mendapatkan Panggilan-nya. Kira-kira kekuatan apa yang akan dimiliki anak perkasa itu? Aku benar-benar iri padanya.
“Kau suka sekali melamun, Thajch!” Badish mengejutkanku, lagi.
“Kau yang suka sekali mengejutkanku.”
Kami hening sejenak. Badish bergabung denganku dan duduk di sampingku, di atas sebatang kayu tua yang sudah mati.
“Kenapa tidak membantu Ayahmu menyiapkan tempat perapian untuk nanti malam? Kaulihat! Dia sepertinya butuh bantuan,” ujar Badish. Dia menunjuk Ayah yang memang tampak kesusahan sekali meyusun batu-batu besar yang akan dipakai sebagai tampat perapian nanti malam.
Tapi saat aku ingin menjawab pertanyaan Badish, Ayah meledak dan berubah menjadi seekor serigala gunung yang sangat besar dan tentu saja tampak tangguh. Taringnya berderet rapi di depan moncongnya yang panjang. Tubuhnya sangat besar, apalagi untuk ukuran serigala gunung biasa. Bahkan tinggi tubuh-Shape-Shifter-Ayah melebihi ukuran kuda normal.
Dengan mudah, ayah mengangkat bebatuan besar itu ke atas punggungnya. Dan kemudian meyusun rapi batu-batu itu.
“Kaulihat kan? Seorang Shape-Shifter dewasa tak pernah perlu bantuan untuk mengerjakan tugasnya sendiri.” Aku tak bisa menyembunyikan nada kekecewaan dalam suaraku.
“Ayolah, Thajch! Kau tak perlu berkata begitu. Kau kan juga Shape-Shifter.” Badish berusaha menghiburku, tapi gagal.
“Kau tak tahu rasanya, Badish. Aku sudah cukup umur untuk berubah, tapi kenapa sampai sekarang aku masih saja seperti manusia biasa? Ini tidak adil.”
“Kau kan baru dua windu, bersabarlah sedikit. Mungkin beberapa bulan lagi kau sudah jadi serigala gunung yang hebat seperti Ayahmu.”
“Kau kan juga masih dua windu, Badish! Dan kau sudah jadi elang hutan yang sangat perkasa. Bahkan tubuhmu hampir sempurna untuk ukuran elang Shape-Shifter.” Aku tak bisa menahan emosiku. Rasanya sungguh tidak nyaman menjadi satu-satunya orang yang belum berubah menjadi dewasa, di saat yang lain bahkan hampir berubah menjadi Shape-Shifter yang sangat dewasa.
“Terima kasih pujiannya, tapi kau tak perlu kecil hati. Rajin-rajinlah berlatih, siapa tahu dengan begitu kau jadi lebih cepat berubah.” Badish melingkarkan tangannya ke pundakku. Dia benar-benar sahabat yang bisa diandalkan. Selalu tahu bagaimana menenangkan emosiku yang gampang meledak-ledak.
“Omong-omong, sebenarnya apa yang kaulakukan tadi malam? Ada yang keusembunyikan dariku? Ayolah, Badish, kau ini sebahatku kan?” aku menyikut lengannya, berharap dia mau berbagi rahasia denganku.
“Tapi kau harus janji untuk tidak mengatakannya pada siapa pun, janji?”
“Kau bisa memercayaiku. Janji,” ujarku sambil menarik garis vertikal di mulutku.
“Ini berhubungan dengan Tiga Peraturan...,”
“Jangan bilang kaumelanggarnya,” aku tak bisa menahan untuk tidak memotong.
“Dengarkan saja dulu,” sambung Badish. “Dua hari lalu, saat aku mandi di sungai Cliwunh, aku mendengar suara aneh. Awalnya kukira suara itu adalah suara seorang Shape-Shifter yang juga sedang mandi. Tapi suara itu semakin lama semakin lemah. Aku penasaran, dan tentu saja aku mencari sumber suara itu.
“Semakin dekat, suara itu semakin menghilang, tapi semakin jelas. Orang itu ternyata minta tolong. Kau tahu siapa yang kutemukan?” wajah Badish berubah pasi. Seolah temuannya itu sanga berharga atau berbahaya.
“Apa? Jangan buat aku penasaran begitu,” tegurku.
“Aku menemukan seorang gadis. Sangat cantik, awalnya aku bingun dia dari klan mana. Karena wajahnya asing.”
“Apa maksudmu dengan awalnya?” suaraku menegaskan kata ‘awalnya’.
“Tapi kau harus benar-benar diam dan janji jangan terkejut?”
“Aku janji.” Aku sudah sangat penasaran.
“Gadis itu sedang pingsan saat aku menemukannya. Beberapa jam keudian baru dia sadarkan diri. Saat kutanyai, ternyata dia bukan Shape-Shifter. Dia manusia.”
“APA? Kau benar-benar gila, Badish!” reflek, aku bangkit dari tempat duduk. Bagaimana bisa si bodoh ini bisa melanggar pantangan terbesar bagi kaum Shape-Shifter? Tamatlah riwayatnya!
“Dengarkan aku dulu, Thajch! Dia sedang sekarat, dia butuh bantuan kita. Kau harus menolongnya!”
“Tapi kau tahukan? Kau sudah melanggar Tiga Peraturan sekaligus. Sekaligus! Badish!” aku tidak bisa menahan untuk tidak berteriak. Dia memang tolol, tapi aku tidak menyangka Badish bakal jadi sebodoh ini.
“Ayo ikut aku, Thajch!”
Badish menarik leganku kuat-kuat. Mungkin kalau aku tidak megimbanginya, tanganku bisa patah.
Dia menarikku ke dalam hutan, menjauhi penduduk desa yang tengah sibuk menyiapkan pesta. Aku hanya diam ditariknya. Pikiranku belum bear-benar jernih. Badish telah melakukan dosa yang sangat besar. Bisa-bisanya dia berhubungan dengan manusia. Eksistensi kaum Shape-Shifter bisa terancam.
“Badish?”
Kami berhenti di sebuah pondok yang jelas sekali baru dibuat beberapa hari lalu. Di depan pondok itu ada seorang gadis seumuran dengan kami. Badish benar tentang kecantikkannya. Aku belum pernah melihat gadis secantik dia. Kulitnya sangat putih, berbeda dengan gadis-gadis di desa kami yang berkulit cokelat kayu.
Matanya juga aneh, tapi begitu memukau. Hijau seperti sup brokoli yang biasa Ayah masak. Gadis ini seperti punya sihir. Seolah wajahnya menarik semua orang untuk simpati padanya.
“Bagaimana keadaanmu, Chloe?” wajah Badish juga terlihat berbinar setelah melihat gadis ini.
“Aku baik.” Chloe tersenyum, dan semua orang di sini tersihir. “Kau membawa teman ya?”
“Ya. Namanya Thajch. Thajch, kenalkan dia Chloe!” Badish berubah aneh. Dia seperti sedang berhadapan dengan presiden Negara maju.
Beberapa jam kemudian, kami masih terus berbincang dengan gadis luarbiasa cantik itu. Dia tampaknya punya banyak sekali cerita, dan anehnya aku apalagi Badish tetap setia mendengar ceritanya.
Chloe bilang, dia adalah seorang putri kaisar negeri seberang. Beberapa hari yang lalu dia dan beberapa pengawalnya tengah berlayar untuk mengunjungi pamannya yang juga adalah seorang kaisar di pulau ini. Tapi di tengah perjalanan, kapalnya diterpa badai yang kuat hingga ia terdampar di sini. Dari tepi pantai hingga sungai Cliwunh, Chloe berjalan mencari bantuan dan akhirnya ditolong Badish.
Badish ternyata juga sudah menceritakan semua rahasia kami pada Chloe. Dan Chloe tahu semuanya. Badish memang tolol, tapi memang sulit untuk tidak mengatakan apa pun pada gadis dengan charisma seperti Chloe.
Kami pulang setelah mencarikan beberapa buah-buahan untuk makan malam Chloe. Aku berjanji untuk merahasiakan hal ini dari semua orang. Badish sama takutnya dengan Chloe. Dan ketakutan itu tertular padaku. Sekarang aku bagian dari rahasia kecil mereka; dengan kata lain, aku juga telah melanggar Tiga Pantangan, hukum tertinggi di desa ini. Siap tak siap, aku harus siap dengan segala risikonya.

Perayaan Cuma dimulai tepat tengah malam. Desa ini mendadak ricuh dengan semua kesenangan penduduknya. Tapi pikiranku dipenuhi dengan Chloe dan Badish. Bagaimana bisa tenang kalau sudah melakukan tindak kriminal? Tapi aku bukan seorang pengkhianat, aku tidak mau mengadukan mereka. Lagipula Chloe gadis yang baik, aku tidak bisa membayangkan kalau dia akan dihakimi oleh kerumunan orang-orang dengan kekuatan gaib ini.
Tanpa kekuatan gaibnya pun, orang-orang suku kami sudah sangat mengerikan untuk dilihat. Pasti gadis selembut Chloe akan sangat ketakutan.
“Perhatian! Kepala Desa ingin menyampaikan sesuatu,” ujar Ayah.
“Aku ada sebuah kabar buruk. Perayaan kita dirusak dengan temuan dari beberapa Shape-Shifter dewasa yang sedang berburu di hutan. Mereka membawa,” di tengah pembicaraan Gsernja, orang-orang mulai ricuh. Sebagian dari mereka mulai ketakutan. “Bawa kemari buruan kalian!” teriak Gsernja pada beberapa pengawalnya yang berdiri di salah satu sudut kerumunan orang.
Aku sangat terkejut ketika sosok mungil Chloe muncul di tengah kerumunan dengan tangan terikat dan mulut disumpal kain. Gerakan yang selanjutnya kulakukan adalah memutar pandangan, mencari Badish. Tapi nihil. Anak itu entah ke mana?
“Gadis ini adalah manusia,” kata Gsernja, disambut dengan seruan kaget dari semua orang. Pandangan jijik menyusul ke arah Chloe.
“Bunuh saja dia. Terakhir kali manusia datang kemari, mereka membawa kutukan ke desa ini: seorang anak setengah Shape-Shifter,” seseorang memotong, membongkar sebuah fakta yang baru kuketahui.
“Kita tak perlu Thajch yang lainnya!”
Dahiku mengernyit. Belum sepenuhnya mencerna dialog-dialog mereka. Dan dua detik kemudian, setelah aku benar-benar paham, Ayah meledak dan menerjang ke arah kerumunan—tepat ke arah Shape-Shifter yang barusan berbicara.
Serigala sebesar kuda berusaha mencabik orang itu. Orang yang telah menjelaskan alasan terbesar mengapa aku tidak tumbuh normal seperti Shape-Shifter lainnya. Menjelaskan padaku tentang siapa sebenarnya perempuan yang melahirkanku; perempuan yang sama sekali belum pernah kutemui.
“Senar! Berhenti!” Kepala Desa berteriak, dan seisi kampung terdiam, termasuk Ayah yang hampir berhasil membunuh orang itu.
Tapi apa peduliku lagi? Ternyata aku bukan salah satu dari mereka. Bukan Shape-Shifter sejati seperti yang lainnya. Dan itu berarti ini bukan tempatku, bukan rumahku.
Tanpa perlu pikir panjang lagi, aku berlari pergi. Menjauh dari kerumunan orang yang separonya memandangku jijik. Menjauh dari orang-orang yang ternyata membenciku selama ini, yang menganggapku sebagai kutukan.

Yang Ditunggu-Tunggu



Judul Buku : Breaking Dawn (Awal Yang Baru)
Pengarang : Stephenie Meyer
Penerbit : Pt. Gramedia Pustaka Utama
Genre : Fiksi-Fantasi-Roman
Tebal : 864 hal
Terbit : Januari 2009
No. ISBN : 9789792243088




Bila kau mencintai orang yang membunuhmu, kau tak punya pilihan. Bila nyawamu satu-satunya yang harus kauberikan untuk orang yang kaucintai bagaimana mungkin kau tidak memberikannya?

Begitu kiranya sebaris prolog yang ditulis Stephenie Meyer ke dalam buku keempat dari saganya, Twilight. Meyer melanjutkan kisah cinta Bella, si manusia dan Edward, si vampir ke dalam alur tak terduga.
Dikisahkan bahwa Bella telah meneguhkan hati menerima lamaran Edward untuk menikahinya. Dibantu oleh Alice, Bella tampil memukau di pesta pernikahannya yang dihadiri oleh semua orang yang dicintainya; Charlie, Renée, Philippe, bahkan Jacob. Membuat Bella merasa begitu bahagia.
Hadiah pernikahan dari Carlisle dan Esme juga membuat Bella tidak menyangka kalau kesenangan akan terus datang bertubi-tubi padanya. Ia dan Edward diizinkan Esme untuk berbulan madu di pulaunya di kawasan Brazil.
Namun ketenangan mereka berakhir dengan bencana ‘kehamilan Bella’. Edward tidak sebahagia Bella ketika mengetahui hal yang satu ini. Ia bahkan tega menyuruh Bella menggugurkan kandungannya. Tentu Bella bersikeras menolak permintaan itu, dan ia meminta bantuan Rosalie untuk mendukung keputusannya.
Kekhawatiran Edward terwujud. Keadaan Bella malah jadi sangat buruk seiring perkembangan bayinya. Rusuknya patah setiap kali si bayi bergerak di rahimnya. Perut Bella juga sangat cepat membuncit. Usia bayinya baru satu bulan, tapi ukurannya sudah seperti delapan bulan.
Perkembangan ini semakin memerparah keadaan Bella.
Hingga akhirnya si bayi dipaksa keluar karena dianggap sudah cukup besar. Keadaan Bella seperti korban tabrak truk pascakelahiran bayi perempuannya yang setengah manusia dan setengah vampir. Edward terpaksa menyuntikkan racunnya pada Bella. Sehingga Bella kini telah sama dengan dirinya; menjadi vampir.
Renesmee Carlie Cullen, begitu Bella menamai puterinya, terlahir dengan sangat sempurna. Entah bagaimana, semua orang yang melihatnya akan merasa simpati dan jatuh cinta pada gadis ajaib ini. Bahkan Jacob, si Shape-Shifter yang dalam seri-seri sebelumnya sangat mencintai Bella, malah merubah niatnya dari membunuh Renesmee menjadi meng-imprintnya.
Nessie, sapaan akrab Renesmee, juga memiliki kekuatan super yang membuatnya bisa berkomunikasi dengan orang lain tanpa harus membuka mulut, melainkan hanya dengan sentuhan; kebalikan kekuatan super Edward, ayahnya. Begitu pula Bella, si vampire baru ini bahkan ajaibnya punya dua kekuatan super sekaligus; pengendalian diri super dan perisai pelindung. Tubuhnya juga berubah sangat sempurna. Sehingga Charlie, ayahnya, tak menyangka kalau dibalik tubuh indah itu adalah Bells-nya.
Tapi, kebahagiaan keluarga kecil itu masih harus diganggu dengan sebuah kesalahpahaman.
Pertumbuhan Renesmee yang menakjubkan ternyata disalahartikan oleh Irina, kerabat keluarga Cullen dari Alaska. Irina mengira kalau Nessie adalah Immortal-Child, yakni vampir anak-anak yang menjadi ancaman besar bagi eksistensi kaum yang berdarah dingin.
Irina mengadu pada keluarga Volturi, sejenis bangsawan bagi vampir yang fungsinya kurang lebih sama dengan polisi—hanya saja lebih kejam, karena semua hukuman sama bagi setiap terdakwa yakni, eksekusi mati.
Segera secepat mereka bisa, keluarga Volturi yang memang punya niat khusus terhadap keluarga Cullen, pergi dari Volterra, Italia menuju Forks, Washington. Bahkan tidak seperti pengeksekusian biasanya, kali ini Volturi membawa pasukan penuh—seperti benar-benar ingin berperang.
Lantas berhasilkah Edward dan Bella mengubah paham vampir-vampir kejam itu? Dan menyelamatkan bayi raksasa mereka? Lalu, bagaimana Bella menjelaskan tentang dirinya yang sudah bukan manusia lagi pada Charlie dan Renée? Dan bagaimana perasaannya setelah mengetahui kalau Jake, sahabat yang pernah dicintainya, malah cepat atau lambat akan segera menikahi putrinya?
Akhir dari seri Twilight ini memang benar-benar tidak terduga. Semua penggemar Edward dan Bella mungkin tidak menyangka kalau Bella pada akhirnya akan berubah menjadi vampir dan menikahi Edward hingga mempunyai buah hati. Meyer menyusun saganya dengan sangat apik. Namun seperti seri-seri sebelumnya, seri kali ini juga terkesan molor di awal cerita. Meyer tampak kewalahan mengatur imajinasinya yang luarbiasa ke dalam plot cerita. Tapi bukan berarti bagian awalnya bisa dilewatkan begitu saja; malah setiap kalimat akan saling relevan.
Meyer membagi novel ini menjadi tiga bagian, bagian Bella, Jacob dan Bella. Buku pertama dan ketiga digambarkan dengan sudut pandang Bella dan buku kedua dijelaskan dengan sudut pandang Jacob. Dibuku inilah pengemar Twilight bisa memahami pemikiran dangkal Jacob yang terkesan singkat dan ceroboh.
Sisanya buku ini layak untuk jadi yang ditunggu-tunggu dalam list mereka yang menggemari kisah Roman-Fantasi.

Nilai-Nilai Kebudayaan:
Beberapa perbandingan budaya tergambar jelas di Breaking Dawn dengan kehidupan sehari-hari kita, bangsa berbudaya timur. Seperti Bella yang memanggil Carlisle dan Esme, kedua mertuanya, dengan panggilan nama saja. Bukan teguran khusus untuk orang yang lebih tua dan lebih dihormati, seperti di Indonesia.
Bella juga memanggil beberapa teman ayahnya dengan sebutan nama, selayaknya remaja-remaja lain di Amerika.
Selain itu, pernikahan di usia muda (sekitar 17-18 tahun) di Amerika juga terkesan biasa—bukan suatu hal yang perlu digunjingkan tetangga.

postingan baru, lama juga ya?

udah lama ni gak nge blog... hehehe (pura-pura ada yang baca blog ini) ...

di atas ada beberapa tugas sekolah yang ga tau mau diapain. yaudah daripada buat penuh folder gua di komputer, mendingan di share aja kali ya... hahahah. please enjoy!