Badish sudah terbang lebih dari tiga jam. Padahal pagi akan menjelang. Bisa-bisa dia melanggar Pantangan Pertama. Anak itu memang sangat keras kepala. Kepala Desa pasti marah kalau tahu hal ini. Apa yang harus kulakukan? Diam saja, menutupi kesalahan sahabatku dan menerima risikonya bersama, atau melaporkan Badish pada Kepala Desa, hitung-hitung memberinya pelajaran.
“Kenapa berkeliaran di sini, Thajch? Ini kan sudah mau pagi. Kau seharusnya sudah pulang,” suara Kepala Desa mengejutkanku. Bagaimana pria tua beruban ini ada di sini? Jangan-jangan dia tadi melihat Badish terbang.
“Eee...,” aku bingung harus menjawab bagaimana. Mana mungkin aku bisa mengelabui Shape-Shifter sehebat dia. Bisa-bisa tamat riwayatku.
“Ada yang ingin kausampaikan?”
Mati aku! Kan sudah kubilang, dia Shape-Shifter terhebat.
“Tidak, Tuan! Saya baru saja hendak pulang!” Badish harus tanggungjawab kalau aku dihukum karena berbohong pada Kepala Desa.
“Kalau begitu pulanglah. Sebentar lagi akan fajar.” Dia berbalik dan meninggalkanku sendiri di hutan ini.
Apa yang barusan kulakukan? Apa aku berhasil menipu Gsernja yang termashyur itu? Oh yang benar saja!
“Thajch! Thajch! Apa sudah aman?” suara lain mengejutkanku.
Seekor elang jantan yang tampak kuat dan sangat besar untuk ukuran elang normal, mendarat di tanah di depanku. Tubuhnya tinggi, setinggi dada orang dewasa. Bulu-bulunya mengilat walau hanya ada bulan sebagai penerangan. Matanya juga berbinar dan sangat tajam. Benar-benar tampilan seekor elang perkasa.
“Badish? Apa kau gila?” aku hampir meledak dan berteriak sekencang-kencangnya kalau saja tidak ingat Kepala Desa yang mungkin masih belum jauh. “Bukan! Pertanyaanku salah! Kau memang gila! Tapi bisa tidak, tidak usah melibatkan siapa pun dalam misi anehmu?”
“Tenanglah, Thajch. Aku kan cuma pergi sebentar,” ujar si elang.
“Cukup untuk membuatku mati berdiri karena ditanyai Kepala Desa.” Aku hanya bisa menggerutu sekarang.
“Terima kasih karena telah melindungiku, kau memang temanku yang paling baik.” Badish mendekat, dia mengusap-usapkan paruh panjang dan runcing miliknya ke sisi kanan pipiku.
“Sudah, sudah! Cepat berubah kembali, sebelum ada yang melihat. Kita harus kembali ke perkampungan sebelum fajar datang.”
Hari ini pasti akan sangat panjang. Semua orang juga pasti akan sangat sibuk, karena besok adalah perayaan hari Cuma: hari kelahiran pemimpin pertama perkampungan ini. Semua Shape-Shifter harus bekerja sama menyiapkan sebuah pesta rakyat yang akan dimulai tepat tengah malam nanti. Pesta ini semacam ritual rutin yang dilakukan orang di desa kami setiap satu windu sekali. Karena umur Shape-Shifter di desa ini dihitung per windu.
Semua orang tampak bersemangat sekali menjalankan tugas mereka masing-masing. Dipimpin orang seandal Gsernja, mereka semua semakin semangat bekerja. Apalagi ini pesta keramat bagi semua Shape-Shifter baru, karena mereka pasti akan mendapat Panggilan; semacam kekuatan supranatural yang memang mereka miliki sejak lahir, hanya saja baru bisa berfungsi saat tiba Perayaan Cuma pertama mereka.
Beruntung Badish! Dia baru berubah jadi Shape-Shifter dewasa dua bulan lalu. Dan sekarang sudah saatnya mendapatkan Panggilan-nya. Kira-kira kekuatan apa yang akan dimiliki anak perkasa itu? Aku benar-benar iri padanya.
“Kau suka sekali melamun, Thajch!” Badish mengejutkanku, lagi.
“Kau yang suka sekali mengejutkanku.”
Kami hening sejenak. Badish bergabung denganku dan duduk di sampingku, di atas sebatang kayu tua yang sudah mati.
“Kenapa tidak membantu Ayahmu menyiapkan tempat perapian untuk nanti malam? Kaulihat! Dia sepertinya butuh bantuan,” ujar Badish. Dia menunjuk Ayah yang memang tampak kesusahan sekali meyusun batu-batu besar yang akan dipakai sebagai tampat perapian nanti malam.
Tapi saat aku ingin menjawab pertanyaan Badish, Ayah meledak dan berubah menjadi seekor serigala gunung yang sangat besar dan tentu saja tampak tangguh. Taringnya berderet rapi di depan moncongnya yang panjang. Tubuhnya sangat besar, apalagi untuk ukuran serigala gunung biasa. Bahkan tinggi tubuh-Shape-Shifter-Ayah melebihi ukuran kuda normal.
Dengan mudah, ayah mengangkat bebatuan besar itu ke atas punggungnya. Dan kemudian meyusun rapi batu-batu itu.
“Kaulihat kan? Seorang Shape-Shifter dewasa tak pernah perlu bantuan untuk mengerjakan tugasnya sendiri.” Aku tak bisa menyembunyikan nada kekecewaan dalam suaraku.
“Ayolah, Thajch! Kau tak perlu berkata begitu. Kau kan juga Shape-Shifter.” Badish berusaha menghiburku, tapi gagal.
“Kau tak tahu rasanya, Badish. Aku sudah cukup umur untuk berubah, tapi kenapa sampai sekarang aku masih saja seperti manusia biasa? Ini tidak adil.”
“Kau kan baru dua windu, bersabarlah sedikit. Mungkin beberapa bulan lagi kau sudah jadi serigala gunung yang hebat seperti Ayahmu.”
“Kau kan juga masih dua windu, Badish! Dan kau sudah jadi elang hutan yang sangat perkasa. Bahkan tubuhmu hampir sempurna untuk ukuran elang Shape-Shifter.” Aku tak bisa menahan emosiku. Rasanya sungguh tidak nyaman menjadi satu-satunya orang yang belum berubah menjadi dewasa, di saat yang lain bahkan hampir berubah menjadi Shape-Shifter yang sangat dewasa.
“Terima kasih pujiannya, tapi kau tak perlu kecil hati. Rajin-rajinlah berlatih, siapa tahu dengan begitu kau jadi lebih cepat berubah.” Badish melingkarkan tangannya ke pundakku. Dia benar-benar sahabat yang bisa diandalkan. Selalu tahu bagaimana menenangkan emosiku yang gampang meledak-ledak.
“Omong-omong, sebenarnya apa yang kaulakukan tadi malam? Ada yang keusembunyikan dariku? Ayolah, Badish, kau ini sebahatku kan?” aku menyikut lengannya, berharap dia mau berbagi rahasia denganku.
“Tapi kau harus janji untuk tidak mengatakannya pada siapa pun, janji?”
“Kau bisa memercayaiku. Janji,” ujarku sambil menarik garis vertikal di mulutku.
“Ini berhubungan dengan Tiga Peraturan...,”
“Jangan bilang kaumelanggarnya,” aku tak bisa menahan untuk tidak memotong.
“Dengarkan saja dulu,” sambung Badish. “Dua hari lalu, saat aku mandi di sungai Cliwunh, aku mendengar suara aneh. Awalnya kukira suara itu adalah suara seorang Shape-Shifter yang juga sedang mandi. Tapi suara itu semakin lama semakin lemah. Aku penasaran, dan tentu saja aku mencari sumber suara itu.
“Semakin dekat, suara itu semakin menghilang, tapi semakin jelas. Orang itu ternyata minta tolong. Kau tahu siapa yang kutemukan?” wajah Badish berubah pasi. Seolah temuannya itu sanga berharga atau berbahaya.
“Apa? Jangan buat aku penasaran begitu,” tegurku.
“Aku menemukan seorang gadis. Sangat cantik, awalnya aku bingun dia dari klan mana. Karena wajahnya asing.”
“Apa maksudmu dengan awalnya?” suaraku menegaskan kata ‘awalnya’.
“Tapi kau harus benar-benar diam dan janji jangan terkejut?”
“Aku janji.” Aku sudah sangat penasaran.
“Gadis itu sedang pingsan saat aku menemukannya. Beberapa jam keudian baru dia sadarkan diri. Saat kutanyai, ternyata dia bukan Shape-Shifter. Dia manusia.”
“APA? Kau benar-benar gila, Badish!” reflek, aku bangkit dari tempat duduk. Bagaimana bisa si bodoh ini bisa melanggar pantangan terbesar bagi kaum Shape-Shifter? Tamatlah riwayatnya!
“Dengarkan aku dulu, Thajch! Dia sedang sekarat, dia butuh bantuan kita. Kau harus menolongnya!”
“Tapi kau tahukan? Kau sudah melanggar Tiga Peraturan sekaligus. Sekaligus! Badish!” aku tidak bisa menahan untuk tidak berteriak. Dia memang tolol, tapi aku tidak menyangka Badish bakal jadi sebodoh ini.
“Ayo ikut aku, Thajch!”
Badish menarik leganku kuat-kuat. Mungkin kalau aku tidak megimbanginya, tanganku bisa patah.
Dia menarikku ke dalam hutan, menjauhi penduduk desa yang tengah sibuk menyiapkan pesta. Aku hanya diam ditariknya. Pikiranku belum bear-benar jernih. Badish telah melakukan dosa yang sangat besar. Bisa-bisanya dia berhubungan dengan manusia. Eksistensi kaum Shape-Shifter bisa terancam.
“Badish?”
Kami berhenti di sebuah pondok yang jelas sekali baru dibuat beberapa hari lalu. Di depan pondok itu ada seorang gadis seumuran dengan kami. Badish benar tentang kecantikkannya. Aku belum pernah melihat gadis secantik dia. Kulitnya sangat putih, berbeda dengan gadis-gadis di desa kami yang berkulit cokelat kayu.
Matanya juga aneh, tapi begitu memukau. Hijau seperti sup brokoli yang biasa Ayah masak. Gadis ini seperti punya sihir. Seolah wajahnya menarik semua orang untuk simpati padanya.
“Bagaimana keadaanmu, Chloe?” wajah Badish juga terlihat berbinar setelah melihat gadis ini.
“Aku baik.” Chloe tersenyum, dan semua orang di sini tersihir. “Kau membawa teman ya?”
“Ya. Namanya Thajch. Thajch, kenalkan dia Chloe!” Badish berubah aneh. Dia seperti sedang berhadapan dengan presiden Negara maju.
Beberapa jam kemudian, kami masih terus berbincang dengan gadis luarbiasa cantik itu. Dia tampaknya punya banyak sekali cerita, dan anehnya aku apalagi Badish tetap setia mendengar ceritanya.
Chloe bilang, dia adalah seorang putri kaisar negeri seberang. Beberapa hari yang lalu dia dan beberapa pengawalnya tengah berlayar untuk mengunjungi pamannya yang juga adalah seorang kaisar di pulau ini. Tapi di tengah perjalanan, kapalnya diterpa badai yang kuat hingga ia terdampar di sini. Dari tepi pantai hingga sungai Cliwunh, Chloe berjalan mencari bantuan dan akhirnya ditolong Badish.
Badish ternyata juga sudah menceritakan semua rahasia kami pada Chloe. Dan Chloe tahu semuanya. Badish memang tolol, tapi memang sulit untuk tidak mengatakan apa pun pada gadis dengan charisma seperti Chloe.
Kami pulang setelah mencarikan beberapa buah-buahan untuk makan malam Chloe. Aku berjanji untuk merahasiakan hal ini dari semua orang. Badish sama takutnya dengan Chloe. Dan ketakutan itu tertular padaku. Sekarang aku bagian dari rahasia kecil mereka; dengan kata lain, aku juga telah melanggar Tiga Pantangan, hukum tertinggi di desa ini. Siap tak siap, aku harus siap dengan segala risikonya.
Perayaan Cuma dimulai tepat tengah malam. Desa ini mendadak ricuh dengan semua kesenangan penduduknya. Tapi pikiranku dipenuhi dengan Chloe dan Badish. Bagaimana bisa tenang kalau sudah melakukan tindak kriminal? Tapi aku bukan seorang pengkhianat, aku tidak mau mengadukan mereka. Lagipula Chloe gadis yang baik, aku tidak bisa membayangkan kalau dia akan dihakimi oleh kerumunan orang-orang dengan kekuatan gaib ini.
Tanpa kekuatan gaibnya pun, orang-orang suku kami sudah sangat mengerikan untuk dilihat. Pasti gadis selembut Chloe akan sangat ketakutan.
“Perhatian! Kepala Desa ingin menyampaikan sesuatu,” ujar Ayah.
“Aku ada sebuah kabar buruk. Perayaan kita dirusak dengan temuan dari beberapa Shape-Shifter dewasa yang sedang berburu di hutan. Mereka membawa,” di tengah pembicaraan Gsernja, orang-orang mulai ricuh. Sebagian dari mereka mulai ketakutan. “Bawa kemari buruan kalian!” teriak Gsernja pada beberapa pengawalnya yang berdiri di salah satu sudut kerumunan orang.
Aku sangat terkejut ketika sosok mungil Chloe muncul di tengah kerumunan dengan tangan terikat dan mulut disumpal kain. Gerakan yang selanjutnya kulakukan adalah memutar pandangan, mencari Badish. Tapi nihil. Anak itu entah ke mana?
“Gadis ini adalah manusia,” kata Gsernja, disambut dengan seruan kaget dari semua orang. Pandangan jijik menyusul ke arah Chloe.
“Bunuh saja dia. Terakhir kali manusia datang kemari, mereka membawa kutukan ke desa ini: seorang anak setengah Shape-Shifter,” seseorang memotong, membongkar sebuah fakta yang baru kuketahui.
“Kita tak perlu Thajch yang lainnya!”
Dahiku mengernyit. Belum sepenuhnya mencerna dialog-dialog mereka. Dan dua detik kemudian, setelah aku benar-benar paham, Ayah meledak dan menerjang ke arah kerumunan—tepat ke arah Shape-Shifter yang barusan berbicara.
Serigala sebesar kuda berusaha mencabik orang itu. Orang yang telah menjelaskan alasan terbesar mengapa aku tidak tumbuh normal seperti Shape-Shifter lainnya. Menjelaskan padaku tentang siapa sebenarnya perempuan yang melahirkanku; perempuan yang sama sekali belum pernah kutemui.
“Senar! Berhenti!” Kepala Desa berteriak, dan seisi kampung terdiam, termasuk Ayah yang hampir berhasil membunuh orang itu.
Tapi apa peduliku lagi? Ternyata aku bukan salah satu dari mereka. Bukan Shape-Shifter sejati seperti yang lainnya. Dan itu berarti ini bukan tempatku, bukan rumahku.
Tanpa perlu pikir panjang lagi, aku berlari pergi. Menjauh dari kerumunan orang yang separonya memandangku jijik. Menjauh dari orang-orang yang ternyata membenciku selama ini, yang menganggapku sebagai kutukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar